Berbagai Microskill yang penting dan perlu diperhatikan dalam Konseling
Kamis, 31 Januari 2013
Psikologi Klinis : Psikopatologi Humanistik : Psikopatologi Humanistik (Sejarah, Definisi, Teori...
Psikologi Klinis : Psikopatologi Humanistik : Psikopatologi Humanistik (Sejarah, Definisi, Teori...: I. PENGANTAR Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikir...
Berbagai Microskill yang penting dan perlu diperhatikan dalam Konseling: Tahap I - Minimal Respon
Berbagai Microskill yang penting dan perlu diperhatikan dalam Konseling: Tahap I - Minimal Respon: Minimal respon adalah cara untuk menghadapi klien dimana yang dilakukan konselor lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara didalam seb...
Sabtu, 27 Oktober 2012
Tahap V - Feeling, Seeing, Hearing Modes
A. PENGERTIAN
Setiap
manusia memiliki pengalaman dan cara berpikir yang berbeda antara satu orang
dengan orang yang lain. Sementara, pengalaman dan cara berpikir yang berbeda
ini akan nampak pada cara manusia itu sendiri yang melakukan kontak social
dengan lingkungannya dan memberikan respon yang berbeda pula pada setiap
stimuli yang ada. Dalam kesadaran yang kita miliki, kita mempunyai perbedaan
dalam merasakan pengalaman yang ada dalam hidup kita. Kita dapat merasakan
sensasi pengalaman yang kita miliki berdasarkan stimuli eksternal dan internal
yang ada. Pada stimuli eksternal, kita dapat menggunakan sensasi tubuh untuk
membau, merasa dan menyentuh. Sementara, sensasi tubuh internal adalah yang
berhubungan langsung dengan perasaan emosional. Sensasi tubuh tersebut dapat
dikombinasikan satu sama lain sebagai perannya untuk membuat kita sadar
terhadap dunia. Maka kita dapat menggunakan mode dari sensasi tersebut secara
bersamaan. Berdasarkan hal itu, terdapat 3 mode yang dapat digunakan untuk
menjelasakan pengalaman kita :
1.
Mode kinestetik (perasaan)
Pada mode kinestetik ini, sebagai
konselor, kita berusaha melihat perasaan yang ditunjukan dan muncul dari
konseli saat menceritakan pengalamannya. Maka respon yang kita berikan juga
harus berkaitan dengan unsur perasaan.
2.
Mode visual (melihat)
Pada mode visual ini,, sebagai
konselor kita harus mencoba melihat lebih dalam apa yang digambarkan oleh
konseli pada pengalaman yang diceritakannya, sehingga respon kita juga harus
berkaitan dengan gambaran pengalamannya.
3. Mode
audiotori (mendengar)
Pada mode audiotori ini, sebagai
konselor kita mencoba mendengarkan apa yang selalu atau lebih dominan yang ia
ceritakan tentang pengalamannya. Hal yang dominan yang selalu berulang kali ia
ceritakan tentang pengalamannya itulah sebagai respon yang harus kita berikan
kepada konseli.
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan
definisi ketiga mode diatas, prosesnya diawali ketika konseli menceritakan
pengalaman yang ada pada dirinya. Lalu sebagai konselor, kita harus peka akan
kata-kata yang individu ulangi tanpa disadari.
1. Mode
kinestetik (perasaan)
Misalnya, dalam suatu konseling,
konseli menceritakan perasaan trauma yang dialami setelah kecelakaan. Dalam
proses konseling tersebut, konseli selalu mengulang kata-kata yang berhubungan
dengan perasaan yang dimiliki.
Ex.
Konseli : ketika saya mendengar
suara jeritan penumpang lain yang keadaan tubuh mereka sudah bersimbah darah,
saya mengalami ketakutan yang luar biasa. Apalagi saat menyadari kaki saya
tidak dapat digerakkan lagi.
Konselor : Saya memahami ketakutan
anda pada situasi tersebut.
2. Mode
visual (melihat)
Misalnya, konseli menceritakan
keadaan keluarganya yang berantakan.
Ex.
Konseli : ketika saya masih kecil, orangtua saya
terlihat tidak berinteraksi di rumah. Di malam hari, saya selalu melihat mereka
bertengkar di ruang TV.
Konselor : saya dapat menangkap
gambaran situasi yang anda maksud.
Anda masih terbayang-bayang pertengkaran orangtua anda.
3. Mode
Audiotori (mendengar)
Misalnya, konseli mengalami trauma
mendengar gemuruh saat gunung merapi meletus.
Ex.
Konseli : pada malam itu, saya
mendengar gemuruh yang cukup keras yang diikuti dengan hentakan kaki warga
sekitar ketika melarikan diri.
Konselor : saya dapat memahami
bagaimana suara itu terdengar menakutkan bagi anda.
C. KESIMPULAN
Seorang konselor yang baik haruslah peka dan
mengerti apa yang dikatakan klien. Termasuk memperhatikan mode yang dominan
digunakan klien ketika sedang bercerita. Jika konselor melakukan hal tersebut,
maka klien akan merasakan suatu kebersamaan yang amat lekat. Klien akan merasa
nyaman, aman, dan terbuka dalam menceritakan pengalamannya kepada konselor. Jika klien mengulang kata “melihat”
dalam setiap perkataannya, maka konselor dapat menanggapi dengan mengulang kata
“melihat” juga. Klien yang mengulang kata “mendengar” dalam setiap
perkataannya, konselor dapat menanggapi dengan mengulang kata “mendengar” juga,
begitu seterusnya.
Tahap IV - Refleksi Isi dan Perasaan
KETERAMPILAN DASAR DALAM KONSELING:
REFLEKSI ISI DAN
PERASAAN
A. PENDAHULUAN
Konseling merupakan aktivitas menciptakan hubungan yang
bersifat membantu klien memahami diri, menyeleksi tindakan, mengintervensi
situasi antar pribadi dan melatih kepemimpinan. Dengan tujuan untuk mencapai
penyesuaian diri yang lebih baik dan perkembangan kematangan melalui pemberian
rangsangan pada klien agar dapat menggali potensi diri. Seorang konselor yang
baik perlu menguasai beberapa keterampilan dasar yang biasanya disebut dengan micro skill. Diantaranya adalah (1)
minimal respon, (2) refleksi isi, (3) refleksi perasaan, (4) refleksi isi dan
perasaan, (5) mode visual, auditori dan sentuhan, (6) bertanya, (7) merangkum,
(8) reframing, (9) konfrontansi, (10) mengubah keyakinan diri yang merusak,
(11) menormalkan keadaan emosi, (12) mengeksplorasi pilihan, (13) memfasilitasi
tindakan dan (14) penghentian. Untuk menghasilkan kualitas dan keefektifan yang
baik, konselor perlu menggunakan kemampuan tersebut secara tepat selama proses
konseling.
Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh
konselor untuk meningkatkan kualitas dan keefektifan proses konseling adalah
refleksi isi dan perasaan. Dalam makalah ini akan dijelaskan keterampilan dasar konseling berupa refleksi isi
dan perasaan beserta dengan contoh-contohnya. Pada kemampuan ini,
konselor perlu memberi feedback yang
berisi refleksi isi dan perasaan secara tepat pada saat proses konseling.
Kadang-kadang ketika konselor menyatakan kembali kemarahan atau ketidaksukaan
klien dengan mengatakan “Anda sedang marah”, klien akan menolak untuk
mengakuinya. Hal tersebut disebabkan oleh kebiasaan sejak kecil yang menyatakan
bahwa marah itu salah dan menangis itu tidak baik.
Dengan
demikian diperlukanlah seorang konselor yang memungkinkan klien untuk
sepenuhnya mengalami emosi dan merasa lebih baik setelah menyadari perasaannnya. Salah satu keterampilan yang dapat membantu
konselor untuk menyadari hal itu adalah dengan menggunakan
keterampilan refleksi isi dan perasaan yang mana akan membantu klien untuk menghubungkan antara perasaan dan
proses kognitif yang mendasarinya dan membantu konselor untuk memhami dunia
klien lebih dalam.
B. PEMBAHASAN
Refleksi isi dan perasaan merupakan suatu kombinasi dalam satu
pernyataan. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan contoh di bawah ini.
Contoh 1
-
Klien: “Saya tidak tahu mengapa dosen
itu tidak suka pada saya. Saya sudah merevisi berulang kali segala sesuatu yang
dia nyatakan salah. Tapi, tetap saja saya tak pernah benar di depan matanya.
Saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan. Saya pikir dia punya dendam
terhadap saya.
-
Tanggapan konselor: “Anda merasa
kesal karena usaha yang anda lakukan terlihat sia-sia di depan dosen anda”
“Anda
merasa kesal” merupakan refleksi konselor dari perasaan yang sedang dirasakan
oleh klien. Sedangkan “usaha yang anda lakukan terlihat sia-sia di depan dosen
anda” merupakan refleksi konselor terhadap isi yang dinyatakan oleh klien.
Dengan menyampaikan refleksi isi dan perasaan, klien tidak hanya merasa di
dengarkan tetapi juga melatih hubungan antara emosional dan kognitifnya.
Seringkali klien menutupi luapan emosinya agar dapat diterima oleh lingkungan
sehingga muncul ketidaksinambungan antara emosional dan kognitif.
Contoh 2
·
Klien: “Saya merasa sangat
beruntung berada di Fakultas Psikologi berbeda sekali saat saya masih di
fakultas yang lama. Semua mahasiswa yang ada disini sangat ramah dan peka.
Mereka selalu membuat saya yakin bahwa mereka menyukai saya apa adanya saya.
Saya tidak perlu berpura-pura menjadi orang baik untuk disukai. Mereka
menghargai saya ketika saya tampil apa adanya”
·
Tanggapan konselor: “Anda terlihat
bahagia dengan lingkungan baru anda sekarang”
Begitupula
dengan contoh berikut, refleksi isi dan perasaan tidak harus bekisar tentang
perasaan yang negatif. Konselor dapat merefleksikan perasaan positif pada klien
agar klien merasa terlatih bahwa setiap perasaan yang muncul disebabkan oleh
suatu hal. Dengan demikian, konselor dapat terus melatih klien untuk sadar
dalam tiap perasaan yang dia alami.
Contoh 3
ü Klien: “Suami saya pernah diancam oleh seseorang yang tak dikenal
melalui handphone. Suami saya disuruh mendatangi sebuah lokasi di pedesaan luar
kota. Tapi suami saya mengacuhkannya dan saat ini suami saya sedang ke luar
kota untuk kepentingan pekerjaannya tapi sudah 2 hari saya tidak tahu kabar
tentang dirinya.”
ü Tanggapan konselor: “Tampaknya anda merasa khawatir atas apa yang
terjadi pada suami anda.”
Seorang konselor bertugas untuk mendengarkan klien sehingga tanggapan
pendek dan jelas sangat penting dalam proses konseling. Tanggapan yang panjang
seringkali akan mengganggu proses klien. Seringkali klien, dalam tanggapan yang
panjang akan terdapat beberapa unsure proyeksi dari konselor ke klien, sehingga
tidak efektif dalam proses konseling. Tanggapan yang panjang membuat klien
berpikir ke hal yang dibicarakan oleh konselor dan tidak lagi berfokus pada
cara pandang klien. Seorang konselor diharapkan dapat menyelami sudut pandang
klien dari ceritanya dan kemudian mengerti, memahami dan ikut merasakan masalah
klien. Dengan demikian klien akan merasa lebih
Keterampilan
ini bergantung pada pengalaman dari konselor. Semakin banyak konselor melatih
keterampilannya untuk berhadapan dengan klien maka teknik ini juga akan semakin
baik. Dari teknin ini, diharapkan konselor dapat bertindak efektif dalam
mebantu klien, sampai klien benar-benar merasa terbantu tanda harus ada
ketergantungan dengan konselor.
Berikut ini, kami akan
memberikan beberapa contoh lebih lanjut tentang penggunaan refleksi isi dan
perasaan:
ü Klien :Belum
lagi tekanan dari lingkungan yang saya alami. Saya malu sekali ketika bertemu
dengan teman-teman yang sudah lulus apalagi bertemu dengan kerabat saudara yang
selalu bertanya kapan saya lulus. Seperti tak ada habisnya, semua orang
berlomba-lomba untuk membuat ku malu dan terpojok.
ü
Tanggapan
konselor: kamu merasa tidak percaya diri ketika harus bertemu dengan
teman-teman mu dan kamu merasa bahwa tak ada orang yang memahami keadaan mu
sekarang.
ü Klien :Saya
ini mahasiswi semester 10 yang sudah seharusnya lulus. Tetapi saya tidak bisa
karena saya stagnate di skripsi.
Sepertinya kelulusan saya ini di persulit oleh beberapa dosen buk. Saya tidak
paham apa yang mereka maui. Saya sudah mengerjakan segala hal yang mereka
katakan, merevisi berulang kali, membaca lebih banyak lagi dan lain sebagainya
tetapi tetap saja semuanya sia-sia. Ingin rasanya saya berteriak di depan wajah
mereka bahwa saya ini manusia dan saya lelah.
ü
Tanggapan konselor: anda merasa sangat marah dan putus asa karena setiap
usaha yang anda lakukan untuk lulus selalu gagal. Benar demikian?
Seorang
konselor tidak perlu menggunakan bahasa yang asing dan rumit agar terlihat
pintar. Mengingat bahwa kelebihan konselor adalah mampu berjalan di sisi klien
untuk memeriksa dunianya sehingga menemukan dan dapat menyelesaikan apa yang
menjadi kebingungannya.
C. KESIMPULAN
Seperti yang telah dijelaskan di awal,
refleksi isi dan perasaan membantu klien untuk dapat menyadari keadaannya
sekarang dan meyakinkan persepsi konselor atas keadaan emosional klien. Pernyataan
tidak tepat yang tersampaikan dalam proses konseling dapat menjauhkan klien
dari apa yang menjadi pengalamannya dan membawa klien keluar dari dunia
pribadinya. Hal tersebut akan menyebabkan konselor susah membuat klien
menyadari realitasnya selama ini. Penggunaan refleksi isi dan perasaan akan
membuat klien untuk tetap menguhubngkan antara kognitif dan perasaannya
sehingga akan lebih mudah bagi klien dalam proses menyadari apa yang di alami
sekarang.
Dengan menguasai
keterampilan-keterampilan dalam konseling,terutama refleksi isi dan perasaan
pada waktu yang tepat, kami yakin bahwa konselor dapat masuk ke dalam sudut
pandang klien dan bisa memahami, mengerti dan merasakan apa yang dialami klien.
Dengan demikian dapat pula membantu klien keluar dari kebingungannya.
D. DAFTAR PUSTAKA
Geldard,K dan
Gerald,D. 2011. Keterampilan Praktik Konseling: Pendekatan Integratif. Jakarta:
Pustaka Pelajar
Tahap III - Refleksi Perasaan
A. Pengertian
Refleksi perasaan adalah teknik yang
digunakan konselor untuk menangkap dan memantulkan perasaan/sikap yang
terkandung dibalik pernyataan klien. Dalam hal ini konselor bertugas untuk
mendengarkan secara cermat, menafsirkan perasaan yang tersirat dan
merumuskannya dalam kalimat jelas yang berisi kata perasaan menurut dugaan
konselor (Sugiharto dan Mulawarman, 2007).
Refleksi yang baik
tentang perasaan mencakup pengenalan akan apa yang dikatakan dan bagaimana
klien mengatakannya. Refleksi perasaan juga merupakan teknik penengah yang
bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan (tahap awal konseling)
dilakukan dan sebelum pemberian informasi serta tahap interpretasi dimulai.
Perasaan biasanya dinyatakan dengan satu kata, sedangkan pikiran hanya dapat
dinyatakan dengan menggunakan serangkaian kata-kata.
Refleksi perasaan bisa berwujud positif,
negatif, dan ambivalen. Refleksi perasaan positif ditunjukkan oleh konselor
dalam konseling melalui pernyataan persetujuan atas apa yang disampaikan oleh
klien. Refleksi perasaan negatif ditunjukkan oleh konselor dalam konseling
melalui pernyataan ketidaksetujuan atau penolakan konselor atas apa yang
dinyatakan oleh klien. Sedangkan refleksi perasaan yang ambivalen ditunjukkan
oleh konselor dengan membiarkan saja (tidak menyatakan setuju dan tidak
menolak) atas apa yang dinyatakan oleh klien.
Pada saat yang sama, refleksi perasaan
mirip dan berbeda dengan parafrase. Dikatakan mirip karena melibatkan dan mencerminkan
kembali informasi dari klien kepada klien. Namun, refleksi perasaan juga
berbeda dengan parafrase karena berhubungan dengan perasaan emosional,
sedangkan parafrase umumnya berkaitan dengan informasi dan pikiran yang
membentuk isi dari apa yang dikatakan klien.
B. Manfaat
Manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah:
1.
Membantu
klien untuk merasa dipahami secara mendalam,
2.
Klien merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku,
3.
Memusatkan evaluasi pada klien,
4.
Memberi kekuatan untuk memilih,
5.
Memp merjelas
cara berpikir klien, dan
6.
Menguji kedalaman motif-motif klien.
C. Tujuan
Ada beberapa tujuan dari refleksi perasaan (Hariastuti
dan Darminto, 2007: 42) antara lain yaitu:
a. Membantu
klien memahami perasaanya.
b. Mendorong klien agar lebih banyak
mengekspresikan perasaanya, baik positif maupun negatif, tentang situasi,
orang, atau hal-hal khusus lainnya.
c. Membantu
klien menata atau mengatur perasaan-perasaannya.
d. Memberitahukan
pada klien bahwa konselor memahami perasaan klien yang tidak suka atau marah
kepada konselor, sehingga perasaan tersebut dapat berkurang.
e. Membantu
kien membedakan intensitas berbagai perasaan yang ada dalam dirinya.
Di
bawah ini merupakan beberapa contoh respon konselor dengan menerapkan teknik refleksi
perasaan :
a. Contoh
1 :
Pernyataan
klien: Aku mendapatkan pekerjaan baru belakangan ini. Itu
cukup berbeda dari pekerjaan yang dulu. Atasannya baik padaku, aku mendapat
sebuah kantor yang bagus untuk bekerja, suasana dalam perusahaan sangat
positif. Saya tidak bisa percaya bahwa saya sangat beruntung.
Respon
Konselor: “Nampaknya
Anda
merasa sangat gembira” atau “Anda sangat gembira”.
b. Contoh
2 :
Pernyataan
klien: Anak muda sekarang tidak seperti saya dulu, pintar
berpakaian,mereka kotor, mereka kasar, mereka tidak berdiri untuk Anda saat di
dalam bis, aku tidak tahu apa yang terjadi pada generasi baru.
Respon
Konselor: “Sepertinya
Anda merasa jijik”
c. Contoh
3 :
Pernyataan
klien: pacar saya menelpon saya dari hotelnya di luar
negri. Dia adalah seorang wartawan dan ditempatkan di daerah pusat kekacauan.
Saat saya berbicara dengannya di telepon saya bisa mendengar suara-suara marah
dibelakang, dan kemudian ada kecelakaan yang luar biasa, dan sambungan
terputus, dan saya tidak tau apa yang terjadi padanya! ( berkata dengan cepat
dan terengah-engah)
Respon
Konselor: “Nampaknya Anda
sangat khawatir dengan pacar Anda”
atau “kelihatannya Anda
panik setelah sambungan telepon
tersebut terputus”
Tahap II - Refleksi Isi (Paraphrasing)
MEREFLEKSIKAN ISI (PARAPHRASING)
Refleksi
merupakan satu usaha konselor memahami klien dari sudut pandangan klien itu
sendiri. Kemahiran refleksi digunakan oleh kaunselor untuk menjelaskan semula
idea yang sukar difahami yang dinyatakan oleh klien. Ia membantu menjelaskan
kekusutan.
Refleksi isi merupakan
keterampilan konselor untuk memantulkan ide, pikiran, pendapat klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Kata-kata yang
bisa digunakan : “ Nampaknya yang akan anda katakana….”, - ”Barangkali yang
akan anda utarakan adalah…” , - “ Adakah yang anda maksudkan…”.
Kaunselor
membuat parafrasa isi kemudian tanya betul atau tidak. Kaunselor menyatakan
semua mengenai idea yang disampaikan oleh klien. Idea ini dinyatakan semua oleh
kaunselor dengan menggunakan perkataan yang ringkas, padat dan tepat.
Konselor
tidak hanya meniru atau mengulang kata yang diucapkan oleh klien tetapi
merefleksikan isinya. Konselor menjelaskan dengan kata-katanya sendiri sesuatu yang paling penting
tentang apa yang dikatakan klien pada konselor.
Ini berarti konselor harus menangkap detail yang paling
penting tentang apa yang klien katakan
dan diekspresikan jika itu memungkinkan.
Dengan memparafrasekan
dan mengekspresikan kembali perkataan klien , maka konselor dapat membantu
konseli untuk berpikir jernih tentang apa yang dibicarakannya. Klien dapat
menyelesaikan permasalahannya tanpa konselor harus memberinya
perntanyaan-pertanyaan, saran-saran atau menyodorkan nasehat.
Kesan
refleksi isi:
1. Klien
berasa didengari oleh konselor dengan betul
2. Klien
berasa dirinya dipahami oleh kaunselor
3. Klien
mendengar semula apa yang sedang dikatakannya dan menyemak kesahihan fakta
tersebut
4. Membantu
menyemak persepsi konselor.
Parafrasa yang bagus
adalah yang tidak mengganggu klien, yaitu parafrasa yang tidak mengalihkan
konsentrasi klien dari persoalan yang sedang ia coba selesaikan.
.Contoh
:
1.
Konseli
|
:Aku
merasa semua waktuku habis hanya untuk mengurusi pekerjaanku, hingga beberapa
kali sehingga aku membatalkan janji dengannya secara mendadak.
|
Konselor
|
:
hmmm… jadi kamu merasa pekerjaanmu menyita banyak waktu dan membuat hubungan
sosialmu tidak berjalan baik.
|
Dari contoh 1 di atas dapat kita lihat
bahwa konselor mengatakan “hmmm… jadi kamu merasa pekerjaanmu menyita banyak
waktu dan membuat hubungan sosialmu tidak berjalan baik.”. Dalam hal ini
konselor sedang melakukan refleksi isi terhadap apa yang dikatakan konseli.
Konseli
|
:
Sebenarnya aku tidak bisa menyelesaikan pekerjaan ku secara langsung,
terkadang aku merasa tidak harus mengerjakannya sekarang, masih banyak waktu
, namun terkadang pekerjaan ku menumpuk dan aq butuh waktu ekstra dan harus
membatalkan janji dengan sahabatku.
Lalu aku menjadi kacau, pekerjaanku tidak selesai, sahabatku marah dan aku tidak
tahu harus bagaimana lagi..
|
Konselor
|
:
Apa yang kelihatannya terjadi adalah kamu sangat sulit menyelesaikan tugas
tanpa menundanya terlebih dahulu dan konsekuensinya kamu akhirnya kekurangan
waktu sehingga harus membatalkan janji yang telah kau buat dan berdampak pada
kemarahan sahabatmu.
|
Dari contoh 2 di atas dapat kita lihat
bahwa konselor mengatakan “Apa yang kelihatannya terjadi adalah kamu sangat
sulit menyelesaikan tugas tanpa menundanya terlebih dahulu dan konsekuensinya
kamu akhirnya kekurangan waktu sehingga harus membatalkan janji yang telah kau
buat dan berdampak pada kemarahan sahabatmu.”. Dalam hal ini konselor juga
sedang melakukan refleksi isi terhadap apa yang dikatakan konseli.
Respon-respon
yang tidak tepat
Membeo
Membeo adalah mengulang apa yang
dikatakan klien kata demi kata. Pembeoan hanya dilakukan sesekali bisa
dimanfaatkan untuk menekankan arti penting dari hal-hal yang telah dikatakan
klien, untuk membantu klien melengkapi pernyataan yang belum ia selesaikan. Jika
terus menerus menirukan apa yang dikatakan klien, maka klien akan merasa
terganggu
Daftar
Pustaka
-
Geldard,K dan Gerald,D. 2011. Keterampilan
Praktik Konseling : Pendekatan Integratif. Jakarta: Pustaka Pelajar
Tahap I - Minimal Respon
Minimal respon
adalah cara untuk menghadapi klien dimana yang dilakukan konselor lebih banyak
mendengarkan dari pada berbicara didalam sebuah percakapan.
Bentuk minimal respon adalah:
1. Minimal respon non-verbal ↦ menganggukan kepala.
2. Minimal respon verbal ↦ “a-ha”, “u-hum”, “ya”,
“oke”, dan “baik”
Fungsi minimal respon adalah :
·
Untuk
menegaskan pada klien bahwa konselor mendengarkan apa yang klien katakan serta memahami perasaan atau kesulitan yang dialami oleh klien
·
Untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan lainnya, seperti menyatakan bahwa konselor setuju dengan pernyataan klien.
Pengunaan
respon yang minimal dapat dipadukan
dengan prilaku non-verbal supaya membantu klien merasa bahwa ia
benar-benar didengarkan. Misalnya dengan cara mengikuti atau menyesuaikan
perilaku non-verbal dan sikap klien. Dengan demikian, klien dapat merasa lebih
tenang dan akan menyesuaikan perilaku konselor ketika konselor melakukan
perubahan, sehingga konselor dapat membawa perubahan pada keadaan emosional
klien.
Dalam memberikan
minimal respon hendaknya melihat situasi atau waktu yang tepat karena jika
memberikan minimal respon terlalu sering dapat
mengganggu, bahkan merusak konsentrasi atau fokus klien, contohnya :
Konselor : Bagaimana kabarnya hari ini
(tersenyum melihat klien)
Klien :
Aku lagi sedih, sahabatku yang sudah lama aku kenal mulai dari SD sampai
sekarang dan yang sangat aku percaya ternyata menghianati hati saya (wajah
sedih)
Konselor : Ehm....terus....
Kln : Dia sudah membocorkan
rahasiaku
Konselor : Ya...
Klien : Didepan teman-temanku.
Konselor : Ya...
Klien :
Yang lebih sebel ternyata pada orang yang aku nggak sukai (dengan nada tinggi)
Konselor : Ya....
Klien : ?????!!!!&&&&
Contoh tersebut dapat merusak
konsentrasi klien bahkan klien merasa tidak percaya apa konselor
mendengarkannya karena konselor memakai minimal respon yang terlalu sering
tanpa melihat kondisi atau percakapan klien, sehingga terkesan tidak
mendengarkan. Sebaliknya jika konselor terlalu sedikit menggunakan minimal
respon klien akan merasa bahwa konselor tidak benar-benar mendengarkannya,
contoh :
Konselor : Bagaimana kabarnya hari ini
(tersenyum melihat klien)
Klien :
Aku lagi sedih, sahabatku yang sudah lama aku kenal mulai dari SD sampai
sekarang dan yang sangat aku percaya ternyata menghianati hati saya (wajah
sedih)
Konselor : .........
Klien :Dia
sudah membocorkan rahasiaku didepan teman-temanku, yang lebih sebel ternyata
pada orang yang aku nggak sukai (dengan nada tinggi)
Konselor :
oh...
Contoh
tersebut menunjukan minimal repon yang terlalu kurang, sehingga konselor tampak
tidak terlalu memahai atau mendengarkan klien.
Untuk melakukan minimal
respon yang baik, konselor harus dapat menciptakan relasi yang empatik seperti
mencoba masuk dan memahami diri melalui gesture tubuh, mimik wajah dan
perkataan, memapukan kecepatan berbicara sehingga tidak saling mendahului
antara konselor dan klien dan penggunaan nada suara yang tepat seperti “keras”,
“lirih”, “bersemangat” dll.
Respon yang panjang
dalam menanggapi klien juga dapat disederhanakan dalam bentuk minimal respon
sehingga tidak bertele-tele dan menghemat tenaga dan waktu. Contohnya :
Klien :
Aku langsung pergi begitu saja. Waktu itu aku marah sekali sama dia, sehingga
aku tidak bisa berpikir lagi, ya...... aku langsung pergi saja (remas-remas tangan dan suara meninggi)
Konselor : Selanjutnya apa yang terjadi ?. (repon panjang)
Lalu..... (minimal respon)
Klien :Tapi
aku tidak bisa terima atas perlakuan dia sebenarnya, aku sudah mencoba untuk
ngomong langsung sama dia mengenai tindakannya. Tapi aku tidak merasa enak.....
jujur saja sih ..aku sudah mulai malas
sama dia..
Cara lain yang dapat
digunakan untuk membantu klien merasa nyaman, merasa benar-benar didengarkan,
mempengaruhi (secara tidak langsung) dan mengamati (observasi) kilen adalah
dengan memadukan prilaku non-verbal antara konselor dan klien atau disebut efek
cermin. Contonya : “klien duduk agak maju dari kursi sambil meletakkan tangan
di pangkuan, kemudian konselor menirukan cara duduk klien”. Secara tidak
langsung klien kan merasa hubungan intim antara konselor dan klien sehingga
timbul rasa nyaman dan percaya pada konselor. Selain itu konselor juga dapat
mengamati gestur tubuh klien, dimana posisi duduk yang seperti itu menunjukan
tanda-tanda apa dalam diri kien (nyaman atau kurang nyaman). Dalam rentang
waktu tertentu konselor selalu menirukan prilaku non-verbal klien dan tiba-tiba
konselor tidak menirukan lagi, klien akan sebaliknya menirukan prilaku
non-verbal konselor, dengan demikian konselor dapat mempengaruhi dan membawa
perubahan emosional pada klien.
Dalam konseling ada
hal-hal yang perlu dihindari konselor, salah satunya adalah pergerakan badan
konselor yang terlalu cepat. Kenapa pergerakan badan terlalu cepat tidak boleh
? karena dapat mengganggu konsentrasi klien pada saat melakukan konseling. Contohnya
: “pada saat klien sedang berbicara atau mengungkapkan sesuatu pada konselor,
tiba-tiba konselor mengambil kertas catatan dengan cepat bertujuan agar tidak
mengganggu konsentrasi klien”. Tindakan yang dilakukan konselor tersebut
kurang tepat karena gerakan cepat yang dilakukan konselor tersebut
memecah konsentrasi klien sebab klien secara tidak langsung mengamati apa yang dilakukan oleh
konselor tersebut. Gerakan yang cepat akan menyedot perhatian seseorang dan membuat orang tersebut bertanya-tanya. Misalnya, “kenapa dia mengambil barang itu dengan tergesa-gesa?”,” ada
hal menarikkah yang membuatnya mengambil barang
itu dengan cepat?” atau ”apakah ada sesuatu yang
disembunyikan?”. Pertanyaan tersebut secara otomatis akan timbul dalam diri klien yang secara sengaja atau tidak sengaja
melihatnya. Hal yang tepat untuk dilakukan agar tidak mengganggu konsentrasi klien adalah dengan bergerak secara natural dan
rileks.
Ketenangan sangat diperlukan oleh klien untuk berfikir dalam proses konseling. Konselor cenderung kurang
memberikan waktu untuk berfikir saat proses konseling dilakukan. Saat keadaan
diam dimana konselor dan konseling terdiam, konselor cenderung membuka
pembicaraan sehingga tidak ada waktu untuk klient berfikir atau merefleksikan
apa yang telah dikatakan. Padahal, ketika klien terdiam setelah berbicara, saat itulah akan berfikir dan merefleksikan apa yang telah ia katakan karena dapat membantu klien untuk menggali lebih dalam lagi
atau malah berfikir untuk mengatasi masalahnya sendiri. Masalah besar yang
dihadapi konselor dalam bersikap ketika berada pada suasana dimana klien terdiam adalah memahami kondisi klien untuk menentukan tindakan apa yang harus ia lakukan. Pada situasi tersebut wajar kalau konselor merasa binggung untuk
menyikapinya, ada dua pilihan yang mungkin difikirkan konselor apakah membuka
percakapan atau memebrikan waktu berfikir. Tatapan mata klien dapat memberikan informasi apakah ia sedang berfikir atau tidak. Ketika mata klien seperti terfokus secara terus menerus pada kejauhan dengan
pergerakan bola mata keatas, terpusat kedepan atau kebawah menandakan bahwa klien sedang berfikir. Namun, apabila mata klien tampak menerawang kekosongan berarti klien tidak sedang berfikir. Konselor harus dapat memahami tatapan mata
klien sehingga dapat menentukan tindakan yang harus ia lakukan dengan tepat, seperti memberi waktu untuk berfikir atau membuka perbincangan. Selain itu
tatapan mata klien dapat memberikan banyak informasi, salah satunya dapat
mengetahui keseriusan klien, jujur atau bohong saat bercerita serta kebahagiaan
dapat terlihat pula. Contohnya : saat tatapan mata klien terfokus, pertanda
kalau klien serius dalam berbicara atau bercerita sedangkan tatapan mata
bimbang tak menentu arah pertanda klien berbohong. Kontak mata sangat
diperlukan dalam konseling, selain untuk membangun raport dan mengamati klien, dapat juga berfungsi
untuk mengetahui keadaan klien saat berkonsultasi. Kontak mata dengan klien dilakukan senatural mungkin, jangan dibuat-buat karena dapat menimbulkan rasa
ketidaknyamanan pada klien, dapat bermakna intimidasi, pikiran mesum atau
menakut-nakuti yang akhirnya mengganggu konsentrasi klien.
Langganan:
Postingan (Atom)