Sabtu, 27 Oktober 2012

Tahap I - Minimal Respon


Minimal respon adalah cara untuk menghadapi klien dimana yang dilakukan konselor lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara didalam sebuah percakapan.
Bentuk minimal respon adalah:
1.      Minimal respon non-verbal menganggukan kepala.
2.      Minimal respon verbal “a-ha”, “u-hum”, “ya”, “oke”, dan “baik”
Fungsi minimal respon  adalah :
·         Untuk menegaskan pada klien bahwa konselor mendengarkan apa yang klien katakan serta memahami perasaan atau kesulitan yang dialami oleh klien
·         Untuk mengkomunikasikan pesan-pesan lainnya, seperti menyatakan bahwa konselor setuju dengan pernyataan klien.
Pengunaan respon yang minimal dapat dipadukan  dengan prilaku non-verbal supaya membantu klien merasa bahwa ia benar-benar didengarkan. Misalnya dengan cara mengikuti atau menyesuaikan perilaku non-verbal dan sikap klien. Dengan demikian, klien dapat merasa lebih tenang dan akan menyesuaikan perilaku konselor ketika konselor melakukan perubahan, sehingga konselor dapat membawa perubahan pada keadaan emosional klien. 
Dalam memberikan minimal respon hendaknya melihat situasi atau waktu yang tepat karena jika memberikan minimal respon terlalu sering dapat mengganggu, bahkan merusak konsentrasi atau fokus klien, contohnya :
Konselor          : Bagaimana kabarnya hari ini (tersenyum melihat klien)
Klien                : Aku lagi sedih, sahabatku yang sudah lama aku kenal mulai dari SD sampai sekarang dan yang sangat aku percaya ternyata menghianati hati saya (wajah sedih)
Konselor          : Ehm....terus....
Kln                  : Dia sudah membocorkan rahasiaku
Konselor          : Ya...
Klien                : Didepan teman-temanku.
Konselor          : Ya...
Klien                : Yang lebih sebel ternyata pada orang yang aku nggak sukai (dengan nada tinggi)
Konselor          : Ya....
Klien                : ?????!!!!&&&&
Contoh tersebut dapat merusak konsentrasi klien bahkan klien merasa tidak percaya apa konselor mendengarkannya karena konselor memakai minimal respon yang terlalu sering tanpa melihat kondisi atau percakapan klien, sehingga terkesan tidak mendengarkan. Sebaliknya jika konselor terlalu sedikit menggunakan minimal respon klien akan merasa bahwa konselor tidak benar-benar mendengarkannya, contoh :
Konselor          : Bagaimana kabarnya hari ini (tersenyum melihat klien)
Klien                : Aku lagi sedih, sahabatku yang sudah lama aku kenal mulai dari SD sampai sekarang dan yang sangat aku percaya ternyata menghianati hati saya (wajah sedih)
Konselor          : .........
Klien                :Dia sudah membocorkan rahasiaku didepan teman-temanku, yang lebih sebel ternyata pada orang yang aku nggak sukai (dengan nada tinggi)   
Konselor          : oh...
Contoh tersebut menunjukan minimal repon yang terlalu kurang, sehingga konselor tampak tidak terlalu memahai atau mendengarkan klien.
Untuk melakukan minimal respon yang baik, konselor harus dapat menciptakan relasi yang empatik seperti mencoba masuk dan memahami diri melalui gesture tubuh, mimik wajah dan perkataan, memapukan kecepatan berbicara sehingga tidak saling mendahului antara konselor dan klien dan penggunaan nada suara yang tepat seperti “keras”, “lirih”, “bersemangat” dll.
Respon yang panjang dalam menanggapi klien juga dapat disederhanakan dalam bentuk minimal respon sehingga tidak bertele-tele dan menghemat tenaga dan waktu. Contohnya :
Klien                : Aku langsung pergi begitu saja. Waktu itu aku marah sekali sama dia, sehingga aku tidak bisa berpikir lagi, ya...... aku langsung pergi saja  (remas-remas tangan dan suara meninggi)
Konselor          : Selanjutnya apa yang terjadi ?. (repon panjang)
                         Lalu..... (minimal respon)
Klien                :Tapi aku tidak bisa terima atas perlakuan dia sebenarnya, aku sudah mencoba untuk ngomong langsung sama dia mengenai tindakannya. Tapi aku tidak merasa enak..... jujur saja sih ..aku sudah mulai malas  sama dia..
Cara lain yang dapat digunakan untuk membantu klien merasa nyaman, merasa benar-benar didengarkan, mempengaruhi (secara tidak langsung) dan mengamati (observasi) kilen adalah dengan memadukan prilaku non-verbal antara konselor dan klien atau disebut efek cermin. Contonya : “klien duduk  agak maju dari kursi sambil meletakkan tangan di pangkuan, kemudian konselor menirukan cara duduk klien”. Secara tidak langsung klien kan merasa hubungan intim antara konselor dan klien sehingga timbul rasa nyaman dan percaya pada konselor. Selain itu konselor juga dapat mengamati gestur tubuh klien, dimana posisi duduk yang seperti itu menunjukan tanda-tanda apa dalam diri kien (nyaman atau kurang nyaman). Dalam rentang waktu tertentu konselor selalu menirukan prilaku non-verbal klien dan tiba-tiba konselor tidak menirukan lagi, klien akan sebaliknya menirukan prilaku non-verbal konselor, dengan demikian konselor dapat mempengaruhi dan membawa perubahan emosional pada klien. 
Dalam konseling ada hal-hal yang perlu dihindari konselor, salah satunya adalah pergerakan badan konselor yang terlalu cepat. Kenapa pergerakan badan terlalu cepat tidak boleh ? karena dapat mengganggu konsentrasi klien pada saat melakukan konseling. Contohnya : “pada saat klien sedang berbicara atau mengungkapkan sesuatu pada konselor, tiba-tiba konselor mengambil kertas catatan dengan cepat bertujuan agar tidak mengganggu konsentrasi klien”. Tindakan yang dilakukan konselor tersebut kurang tepat karena gerakan cepat yang dilakukan konselor tersebut memecah konsentrasi klien sebab klien secara tidak langsung mengamati apa yang dilakukan oleh konselor tersebut. Gerakan yang cepat akan menyedot perhatian seseorang dan membuat orang tersebut bertanya-tanya. Misalnya, “kenapa dia mengambil barang itu dengan tergesa-gesa?”,” ada hal menarikkah yang membuatnya mengambil barang itu dengan cepat?” atau apakah ada sesuatu yang disembunyikan?”. Pertanyaan tersebut secara otomatis akan timbul dalam diri klien yang secara sengaja atau tidak sengaja melihatnya. Hal yang tepat untuk dilakukan agar tidak mengganggu konsentrasi klien adalah dengan bergerak secara natural dan rileks.
Ketenangan sangat diperlukan oleh klien untuk berfikir dalam proses konseling. Konselor cenderung kurang memberikan waktu untuk berfikir saat proses konseling dilakukan. Saat keadaan diam dimana konselor dan konseling terdiam, konselor cenderung membuka pembicaraan sehingga tidak ada waktu untuk klient berfikir atau merefleksikan apa yang telah dikatakan. Padahal, ketika klien terdiam setelah berbicara, saat itulah akan berfikir dan merefleksikan apa yang telah ia katakan karena dapat membantu klien untuk menggali lebih dalam lagi atau malah berfikir untuk mengatasi masalahnya sendiri. Masalah besar yang dihadapi konselor dalam bersikap ketika berada pada suasana dimana klien terdiam adalah memahami kondisi klien untuk menentukan tindakan apa yang harus ia lakukan. Pada situasi tersebut wajar kalau konselor merasa binggung untuk menyikapinya, ada dua pilihan yang mungkin difikirkan konselor apakah membuka percakapan atau memebrikan waktu berfikir. Tatapan mata klien dapat memberikan informasi apakah ia sedang berfikir atau tidak. Ketika mata klien seperti terfokus secara terus menerus pada kejauhan dengan pergerakan bola mata keatas, terpusat kedepan atau kebawah menandakan bahwa klien sedang berfikir. Namun, apabila mata klien tampak menerawang kekosongan berarti klien tidak sedang berfikir. Konselor harus dapat memahami tatapan mata klien sehingga dapat menentukan tindakan yang harus ia lakukan dengan tepat, seperti memberi waktu untuk berfikir atau membuka perbincangan. Selain itu tatapan mata klien dapat memberikan banyak informasi, salah satunya dapat mengetahui keseriusan klien, jujur atau bohong saat bercerita serta kebahagiaan dapat terlihat pula. Contohnya : saat tatapan mata klien terfokus, pertanda kalau klien serius dalam berbicara atau bercerita sedangkan tatapan mata bimbang tak menentu arah pertanda klien berbohong. Kontak mata sangat diperlukan dalam konseling, selain untuk membangun raport dan mengamati klien, dapat juga berfungsi untuk mengetahui keadaan klien saat berkonsultasi. Kontak mata dengan klien dilakukan senatural mungkin, jangan dibuat-buat karena dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada klien, dapat bermakna intimidasi, pikiran mesum atau menakut-nakuti yang akhirnya mengganggu konsentrasi klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar