Minimal respon
adalah cara untuk menghadapi klien dimana yang dilakukan konselor lebih banyak
mendengarkan dari pada berbicara didalam sebuah percakapan.
Bentuk minimal respon adalah:
1. Minimal respon non-verbal ↦ menganggukan kepala.
2. Minimal respon verbal ↦ “a-ha”, “u-hum”, “ya”,
“oke”, dan “baik”
Fungsi minimal respon adalah :
·
Untuk
menegaskan pada klien bahwa konselor mendengarkan apa yang klien katakan serta memahami perasaan atau kesulitan yang dialami oleh klien
·
Untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan lainnya, seperti menyatakan bahwa konselor setuju dengan pernyataan klien.
Pengunaan
respon yang minimal dapat dipadukan
dengan prilaku non-verbal supaya membantu klien merasa bahwa ia
benar-benar didengarkan. Misalnya dengan cara mengikuti atau menyesuaikan
perilaku non-verbal dan sikap klien. Dengan demikian, klien dapat merasa lebih
tenang dan akan menyesuaikan perilaku konselor ketika konselor melakukan
perubahan, sehingga konselor dapat membawa perubahan pada keadaan emosional
klien.
Dalam memberikan
minimal respon hendaknya melihat situasi atau waktu yang tepat karena jika
memberikan minimal respon terlalu sering dapat
mengganggu, bahkan merusak konsentrasi atau fokus klien, contohnya :
Konselor : Bagaimana kabarnya hari ini
(tersenyum melihat klien)
Klien :
Aku lagi sedih, sahabatku yang sudah lama aku kenal mulai dari SD sampai
sekarang dan yang sangat aku percaya ternyata menghianati hati saya (wajah
sedih)
Konselor : Ehm....terus....
Kln : Dia sudah membocorkan
rahasiaku
Konselor : Ya...
Klien : Didepan teman-temanku.
Konselor : Ya...
Klien :
Yang lebih sebel ternyata pada orang yang aku nggak sukai (dengan nada tinggi)
Konselor : Ya....
Klien : ?????!!!!&&&&
Contoh tersebut dapat merusak
konsentrasi klien bahkan klien merasa tidak percaya apa konselor
mendengarkannya karena konselor memakai minimal respon yang terlalu sering
tanpa melihat kondisi atau percakapan klien, sehingga terkesan tidak
mendengarkan. Sebaliknya jika konselor terlalu sedikit menggunakan minimal
respon klien akan merasa bahwa konselor tidak benar-benar mendengarkannya,
contoh :
Konselor : Bagaimana kabarnya hari ini
(tersenyum melihat klien)
Klien :
Aku lagi sedih, sahabatku yang sudah lama aku kenal mulai dari SD sampai
sekarang dan yang sangat aku percaya ternyata menghianati hati saya (wajah
sedih)
Konselor : .........
Klien :Dia
sudah membocorkan rahasiaku didepan teman-temanku, yang lebih sebel ternyata
pada orang yang aku nggak sukai (dengan nada tinggi)
Konselor :
oh...
Contoh
tersebut menunjukan minimal repon yang terlalu kurang, sehingga konselor tampak
tidak terlalu memahai atau mendengarkan klien.
Untuk melakukan minimal
respon yang baik, konselor harus dapat menciptakan relasi yang empatik seperti
mencoba masuk dan memahami diri melalui gesture tubuh, mimik wajah dan
perkataan, memapukan kecepatan berbicara sehingga tidak saling mendahului
antara konselor dan klien dan penggunaan nada suara yang tepat seperti “keras”,
“lirih”, “bersemangat” dll.
Respon yang panjang
dalam menanggapi klien juga dapat disederhanakan dalam bentuk minimal respon
sehingga tidak bertele-tele dan menghemat tenaga dan waktu. Contohnya :
Klien :
Aku langsung pergi begitu saja. Waktu itu aku marah sekali sama dia, sehingga
aku tidak bisa berpikir lagi, ya...... aku langsung pergi saja (remas-remas tangan dan suara meninggi)
Konselor : Selanjutnya apa yang terjadi ?. (repon panjang)
Lalu..... (minimal respon)
Klien :Tapi
aku tidak bisa terima atas perlakuan dia sebenarnya, aku sudah mencoba untuk
ngomong langsung sama dia mengenai tindakannya. Tapi aku tidak merasa enak.....
jujur saja sih ..aku sudah mulai malas
sama dia..
Cara lain yang dapat
digunakan untuk membantu klien merasa nyaman, merasa benar-benar didengarkan,
mempengaruhi (secara tidak langsung) dan mengamati (observasi) kilen adalah
dengan memadukan prilaku non-verbal antara konselor dan klien atau disebut efek
cermin. Contonya : “klien duduk agak maju dari kursi sambil meletakkan tangan
di pangkuan, kemudian konselor menirukan cara duduk klien”. Secara tidak
langsung klien kan merasa hubungan intim antara konselor dan klien sehingga
timbul rasa nyaman dan percaya pada konselor. Selain itu konselor juga dapat
mengamati gestur tubuh klien, dimana posisi duduk yang seperti itu menunjukan
tanda-tanda apa dalam diri kien (nyaman atau kurang nyaman). Dalam rentang
waktu tertentu konselor selalu menirukan prilaku non-verbal klien dan tiba-tiba
konselor tidak menirukan lagi, klien akan sebaliknya menirukan prilaku
non-verbal konselor, dengan demikian konselor dapat mempengaruhi dan membawa
perubahan emosional pada klien.
Dalam konseling ada
hal-hal yang perlu dihindari konselor, salah satunya adalah pergerakan badan
konselor yang terlalu cepat. Kenapa pergerakan badan terlalu cepat tidak boleh
? karena dapat mengganggu konsentrasi klien pada saat melakukan konseling. Contohnya
: “pada saat klien sedang berbicara atau mengungkapkan sesuatu pada konselor,
tiba-tiba konselor mengambil kertas catatan dengan cepat bertujuan agar tidak
mengganggu konsentrasi klien”. Tindakan yang dilakukan konselor tersebut
kurang tepat karena gerakan cepat yang dilakukan konselor tersebut
memecah konsentrasi klien sebab klien secara tidak langsung mengamati apa yang dilakukan oleh
konselor tersebut. Gerakan yang cepat akan menyedot perhatian seseorang dan membuat orang tersebut bertanya-tanya. Misalnya, “kenapa dia mengambil barang itu dengan tergesa-gesa?”,” ada
hal menarikkah yang membuatnya mengambil barang
itu dengan cepat?” atau ”apakah ada sesuatu yang
disembunyikan?”. Pertanyaan tersebut secara otomatis akan timbul dalam diri klien yang secara sengaja atau tidak sengaja
melihatnya. Hal yang tepat untuk dilakukan agar tidak mengganggu konsentrasi klien adalah dengan bergerak secara natural dan
rileks.
Ketenangan sangat diperlukan oleh klien untuk berfikir dalam proses konseling. Konselor cenderung kurang
memberikan waktu untuk berfikir saat proses konseling dilakukan. Saat keadaan
diam dimana konselor dan konseling terdiam, konselor cenderung membuka
pembicaraan sehingga tidak ada waktu untuk klient berfikir atau merefleksikan
apa yang telah dikatakan. Padahal, ketika klien terdiam setelah berbicara, saat itulah akan berfikir dan merefleksikan apa yang telah ia katakan karena dapat membantu klien untuk menggali lebih dalam lagi
atau malah berfikir untuk mengatasi masalahnya sendiri. Masalah besar yang
dihadapi konselor dalam bersikap ketika berada pada suasana dimana klien terdiam adalah memahami kondisi klien untuk menentukan tindakan apa yang harus ia lakukan. Pada situasi tersebut wajar kalau konselor merasa binggung untuk
menyikapinya, ada dua pilihan yang mungkin difikirkan konselor apakah membuka
percakapan atau memebrikan waktu berfikir. Tatapan mata klien dapat memberikan informasi apakah ia sedang berfikir atau tidak. Ketika mata klien seperti terfokus secara terus menerus pada kejauhan dengan
pergerakan bola mata keatas, terpusat kedepan atau kebawah menandakan bahwa klien sedang berfikir. Namun, apabila mata klien tampak menerawang kekosongan berarti klien tidak sedang berfikir. Konselor harus dapat memahami tatapan mata
klien sehingga dapat menentukan tindakan yang harus ia lakukan dengan tepat, seperti memberi waktu untuk berfikir atau membuka perbincangan. Selain itu
tatapan mata klien dapat memberikan banyak informasi, salah satunya dapat
mengetahui keseriusan klien, jujur atau bohong saat bercerita serta kebahagiaan
dapat terlihat pula. Contohnya : saat tatapan mata klien terfokus, pertanda
kalau klien serius dalam berbicara atau bercerita sedangkan tatapan mata
bimbang tak menentu arah pertanda klien berbohong. Kontak mata sangat
diperlukan dalam konseling, selain untuk membangun raport dan mengamati klien, dapat juga berfungsi
untuk mengetahui keadaan klien saat berkonsultasi. Kontak mata dengan klien dilakukan senatural mungkin, jangan dibuat-buat karena dapat menimbulkan rasa
ketidaknyamanan pada klien, dapat bermakna intimidasi, pikiran mesum atau
menakut-nakuti yang akhirnya mengganggu konsentrasi klien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar