A. PENGERTIAN
Setiap
manusia memiliki pengalaman dan cara berpikir yang berbeda antara satu orang
dengan orang yang lain. Sementara, pengalaman dan cara berpikir yang berbeda
ini akan nampak pada cara manusia itu sendiri yang melakukan kontak social
dengan lingkungannya dan memberikan respon yang berbeda pula pada setiap
stimuli yang ada. Dalam kesadaran yang kita miliki, kita mempunyai perbedaan
dalam merasakan pengalaman yang ada dalam hidup kita. Kita dapat merasakan
sensasi pengalaman yang kita miliki berdasarkan stimuli eksternal dan internal
yang ada. Pada stimuli eksternal, kita dapat menggunakan sensasi tubuh untuk
membau, merasa dan menyentuh. Sementara, sensasi tubuh internal adalah yang
berhubungan langsung dengan perasaan emosional. Sensasi tubuh tersebut dapat
dikombinasikan satu sama lain sebagai perannya untuk membuat kita sadar
terhadap dunia. Maka kita dapat menggunakan mode dari sensasi tersebut secara
bersamaan. Berdasarkan hal itu, terdapat 3 mode yang dapat digunakan untuk
menjelasakan pengalaman kita :
1.
Mode kinestetik (perasaan)
Pada mode kinestetik ini, sebagai
konselor, kita berusaha melihat perasaan yang ditunjukan dan muncul dari
konseli saat menceritakan pengalamannya. Maka respon yang kita berikan juga
harus berkaitan dengan unsur perasaan.
2.
Mode visual (melihat)
Pada mode visual ini,, sebagai
konselor kita harus mencoba melihat lebih dalam apa yang digambarkan oleh
konseli pada pengalaman yang diceritakannya, sehingga respon kita juga harus
berkaitan dengan gambaran pengalamannya.
3. Mode
audiotori (mendengar)
Pada mode audiotori ini, sebagai
konselor kita mencoba mendengarkan apa yang selalu atau lebih dominan yang ia
ceritakan tentang pengalamannya. Hal yang dominan yang selalu berulang kali ia
ceritakan tentang pengalamannya itulah sebagai respon yang harus kita berikan
kepada konseli.
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan
definisi ketiga mode diatas, prosesnya diawali ketika konseli menceritakan
pengalaman yang ada pada dirinya. Lalu sebagai konselor, kita harus peka akan
kata-kata yang individu ulangi tanpa disadari.
1. Mode
kinestetik (perasaan)
Misalnya, dalam suatu konseling,
konseli menceritakan perasaan trauma yang dialami setelah kecelakaan. Dalam
proses konseling tersebut, konseli selalu mengulang kata-kata yang berhubungan
dengan perasaan yang dimiliki.
Ex.
Konseli : ketika saya mendengar
suara jeritan penumpang lain yang keadaan tubuh mereka sudah bersimbah darah,
saya mengalami ketakutan yang luar biasa. Apalagi saat menyadari kaki saya
tidak dapat digerakkan lagi.
Konselor : Saya memahami ketakutan
anda pada situasi tersebut.
2. Mode
visual (melihat)
Misalnya, konseli menceritakan
keadaan keluarganya yang berantakan.
Ex.
Konseli : ketika saya masih kecil, orangtua saya
terlihat tidak berinteraksi di rumah. Di malam hari, saya selalu melihat mereka
bertengkar di ruang TV.
Konselor : saya dapat menangkap
gambaran situasi yang anda maksud.
Anda masih terbayang-bayang pertengkaran orangtua anda.
3. Mode
Audiotori (mendengar)
Misalnya, konseli mengalami trauma
mendengar gemuruh saat gunung merapi meletus.
Ex.
Konseli : pada malam itu, saya
mendengar gemuruh yang cukup keras yang diikuti dengan hentakan kaki warga
sekitar ketika melarikan diri.
Konselor : saya dapat memahami
bagaimana suara itu terdengar menakutkan bagi anda.
C. KESIMPULAN
Seorang konselor yang baik haruslah peka dan
mengerti apa yang dikatakan klien. Termasuk memperhatikan mode yang dominan
digunakan klien ketika sedang bercerita. Jika konselor melakukan hal tersebut,
maka klien akan merasakan suatu kebersamaan yang amat lekat. Klien akan merasa
nyaman, aman, dan terbuka dalam menceritakan pengalamannya kepada konselor. Jika klien mengulang kata “melihat”
dalam setiap perkataannya, maka konselor dapat menanggapi dengan mengulang kata
“melihat” juga. Klien yang mengulang kata “mendengar” dalam setiap
perkataannya, konselor dapat menanggapi dengan mengulang kata “mendengar” juga,
begitu seterusnya.